MENUDUH HUJAN
Malam ini hujan mengguyur seluruh tubuhku, Tahukah kau aku mengigil kedinginan di sini, sambil menunggu sebuah kata yang masih kau tahan dalam mulutmu, walau sebenarnya aku tahu apa yang kau ingin katakan, aku lihat itu dari matamu, aku pun tau kau tak sanggup mengatakannya.
Kau ingin tinggalkan semua cerita cinta yang dulu sempat kita rangkai bersama. Aku hanya bisa menitikkan Kristal- Kristal bening yang menyatu dengan rintik hujan ini, rasanya mataku pun sudah pedih.
Dia belai rambutku namun ia tetap membisu, di rengkuhnya tubuhku masuk dalam dekapannya, terdengar jelas degup jantungnya di telingku, akhirnya dia berbisik lirih tapi sangat jelas di telingaku.
“Santy maafkan aku, kini akhiri saja semuanya di sini”
Aku pun tak banyak kata, aku hanya diam terpaku dan hingga akhirnya ia tinggalkan aku disini bersama hujan.
Kau ingin tinggalkan semua cerita cinta yang dulu sempat kita rangkai bersama. Aku hanya bisa menitikkan Kristal- Kristal bening yang menyatu dengan rintik hujan ini, rasanya mataku pun sudah pedih.
Dia belai rambutku namun ia tetap membisu, di rengkuhnya tubuhku masuk dalam dekapannya, terdengar jelas degup jantungnya di telingku, akhirnya dia berbisik lirih tapi sangat jelas di telingaku.
“Santy maafkan aku, kini akhiri saja semuanya di sini”
Aku pun tak banyak kata, aku hanya diam terpaku dan hingga akhirnya ia tinggalkan aku disini bersama hujan.
Sampai Dimas menghilang dari pandanganku, aku masih tetap diam terpaku tak bergerak, hingga akhirnya aku melihat ada cahaya lampu mobil menghampiriku dan dia berhenti tepat di depan ku, pintu mobil pun terbuka dan turunlah sesosok pria keluar dari mobil itu. Wajahnya tersamar dari pandanganku karena mata dan wajahku basah oleh air mata bercampur air hujan, pria itu lalu mendekatiku, tapi tampaknya aku kenal dengannya.
“hai Santy ngapain kamu di sini, sendiri lagi. mana hujan, becek, gak ada ojek lagi” pria itu menjoba bercanda.
Aku tetap diam dan bertanya dalam hati siapakah sosok pria yang menghampiriku ini.
“hemmm, siapa ya…?” aku mengerutkan dahi
“duh, Santy ini aku Kalam, hemmm teman SMA mu dulu”
“oh, maaf aku lupa, hujan membuatku rabun tampaknya” jawabku datar
“bukan hujan, tapi tangismu, matamu merah, kau habis nangis ya?”
“hemmm gak, hujan yang membuat mataku merah”
“bukan hujan tapi pria tadi yang buatmu nangis, aku melihatnya dari tadi San”
Aku pun diam sudah tak bisa menyangkal
“sudah kau sudah banyak menyalahkan hujan, ayo masuk dalam mobil, biar ku antar pulang” ucapnya lagi.
“baiklah, maafkan aku hujan, aku sudah menfitnahmu” kataku bersungguh-sungguh pada hujan
“kau masih gila seperti dulu, berbicara pada hujan” senyumnya sambil mengendarai mobilnya
“oh… ya, tapi aku tak seperti dulu lagi, Yang mudah dapatkan arti kesetiaan.”
“hahaha kamu ini” kalam tertawa lepas
Kami pun bercerita kesana-kemari mengingat masa lalu cerita masa SMP, sungguh aku rindu dengan masa itu.
“hai Santy ngapain kamu di sini, sendiri lagi. mana hujan, becek, gak ada ojek lagi” pria itu menjoba bercanda.
Aku tetap diam dan bertanya dalam hati siapakah sosok pria yang menghampiriku ini.
“hemmm, siapa ya…?” aku mengerutkan dahi
“duh, Santy ini aku Kalam, hemmm teman SMA mu dulu”
“oh, maaf aku lupa, hujan membuatku rabun tampaknya” jawabku datar
“bukan hujan, tapi tangismu, matamu merah, kau habis nangis ya?”
“hemmm gak, hujan yang membuat mataku merah”
“bukan hujan tapi pria tadi yang buatmu nangis, aku melihatnya dari tadi San”
Aku pun diam sudah tak bisa menyangkal
“sudah kau sudah banyak menyalahkan hujan, ayo masuk dalam mobil, biar ku antar pulang” ucapnya lagi.
“baiklah, maafkan aku hujan, aku sudah menfitnahmu” kataku bersungguh-sungguh pada hujan
“kau masih gila seperti dulu, berbicara pada hujan” senyumnya sambil mengendarai mobilnya
“oh… ya, tapi aku tak seperti dulu lagi, Yang mudah dapatkan arti kesetiaan.”
“hahaha kamu ini” kalam tertawa lepas
Kami pun bercerita kesana-kemari mengingat masa lalu cerita masa SMP, sungguh aku rindu dengan masa itu.
Tak terasa kami telah sampai, sebenarnya aku ingin banyak mengobrol dengannya namun ini sudah malam. Jadi kami janjian besok sore jam 5 dia akan menjemputku.
Jujur sebenarnya dulu Kalam adalah gebetan aku, yang mungkin ku fikir mustahil untuk ku dapatkan, dan kini tak sangka dia datang pada waktu yang tepat, semoga dia akan menjadi pengganti Dimas, sekelumit doa terselip di relung hatiku.
Waktu yang ku tunggu-tunggu pun telah tiba, Kalam membunyikan klakson mobilnya, dengan cepat aku membuka pintu dan menghampirinya.
“hai Kalam” aku mengetuk pintu jendela mobil dan dia pun mebuka kaca jendela.
“hai San, ayo masuk” ramahnya, membuat jantungku makin berdetak.
Jujur sebenarnya dulu Kalam adalah gebetan aku, yang mungkin ku fikir mustahil untuk ku dapatkan, dan kini tak sangka dia datang pada waktu yang tepat, semoga dia akan menjadi pengganti Dimas, sekelumit doa terselip di relung hatiku.
Waktu yang ku tunggu-tunggu pun telah tiba, Kalam membunyikan klakson mobilnya, dengan cepat aku membuka pintu dan menghampirinya.
“hai Kalam” aku mengetuk pintu jendela mobil dan dia pun mebuka kaca jendela.
“hai San, ayo masuk” ramahnya, membuat jantungku makin berdetak.
Kami pun pergi tinggalkan rumah, Kalam membawaku pada sebuah tempat yang menurut ku menakjubkan ini sungguh indah, aku melihat matahari terbenam sempurna dan disini bersama Kalam, sungguh memang sempurna menurutku.
Tiba-tiba dia menyentuh tanganku membuat jantungku makin berdebar aku sangat bahagia sore itu, seperti aku terbang ke langit jingga ini.
“San kamu tau gak”
“apa?” entah mengapa jantungku semakin berdebar semua kurasa seperti mimpi. Namun tiba-tiba hujan turun dengan tiba-tiba sepertinya dia tak suka dengan apa yang kami lakukan ini. Kami pun bergegas memasuki mobil dan pulang.
Kalam mengantarku pulang lagi. Dan sampailah di depan gerbang rumah.
“Kalam Masuk yu!”
“oh… gak makasih, ya udah aku pulang dulu ya”
“hah ehmmm oh iya daaa” aku melambaikan tangan hingga mobil pun tak tampak dalam pandangan. Aku merasa kecewa gara-gara hujan membatalkan acara kami.
“uh dasar kau hujan, tadi hujan besar sekarang reda apa kamu gak bisa lihat aku bahagia” marah ku pada hujan. Dan malah dibalas dengan suara petir yang keras, hingga buatku takut dan bergegas lari ke dalam.
Tiba-tiba dia menyentuh tanganku membuat jantungku makin berdebar aku sangat bahagia sore itu, seperti aku terbang ke langit jingga ini.
“San kamu tau gak”
“apa?” entah mengapa jantungku semakin berdebar semua kurasa seperti mimpi. Namun tiba-tiba hujan turun dengan tiba-tiba sepertinya dia tak suka dengan apa yang kami lakukan ini. Kami pun bergegas memasuki mobil dan pulang.
Kalam mengantarku pulang lagi. Dan sampailah di depan gerbang rumah.
“Kalam Masuk yu!”
“oh… gak makasih, ya udah aku pulang dulu ya”
“hah ehmmm oh iya daaa” aku melambaikan tangan hingga mobil pun tak tampak dalam pandangan. Aku merasa kecewa gara-gara hujan membatalkan acara kami.
“uh dasar kau hujan, tadi hujan besar sekarang reda apa kamu gak bisa lihat aku bahagia” marah ku pada hujan. Dan malah dibalas dengan suara petir yang keras, hingga buatku takut dan bergegas lari ke dalam.
Setelah kejadian itu kami sudah tak bertemu lagi. Aku punya nomor teleponnya, ingin sekali aku telepon, namun sungguh gengsi rasanya bila cewek duluan yang telapon. Dari tadi aku hanya mondar-mandir, pikiranku dihantui oleh dua hal yang akan aku lakukan. Aku telepon Kalam atau menunggu sampai dia telephon. Tiba-tiba HPku berdering tanda ada SMS masuk, ku lihat di layarnya tertulis kalam, ada pesan dari kalam, aku tak sabar untuk membukanya,
“San ni aku kallam Keluar yu”.
Dan aku pun mengiyakan, katanya juga setengah jam lagi dia telah sampai ke rumahku, namun tampaknya hujan kan turun lagi mengganggu kebahagiaan ku bersama kalam, namun kalam tetap saja memaksa keluar.
“ayolah San kita pergi!” bujuknya padaku manis.
“kayaknya mau hujan Lam” keluhku
“memang kenapa kalau hujan?” ia bertanya lagi.
“duh hujan itu selalu ganggu aku kalau aku mau senang-senang”
“apa, jadi kamu seneng jalan sama aku” ia menggoda ku hingga muka ku merah seperti kepiting rebus.
“gak maksudku, kita kan mau pergi…” aku mencoba mengelak, aku jadi salah tingkah.
Kalam mengerlingkan matanya menunggu jawabanku.
“ah tau ah ribet” jawabku sekenanya.
“ya udah yuk kita berangkat, kan kita pakai mobil, jadi kenapa takut” ia membujukku dengan lembut.
Aku jadi teringat masa SMA dulu, kalam yang ku kenal dulu adalah kalam yang angkuh dan sombong, tapi sekarang amat berbeda.
“hai… ayo,” kalam menarik lenganku.
Aku sudah tak bisa berbicara apa-apa, aku hanya bisa menuruti bujukannya.
Aku dibawanya pada tempat yang kemarin di sebuah taman.
“sekarang gak bisa lihat matahari terbenam ya…” ucap Kalam manis.
“iya… berkat hujan, uh makasih hujan” kesalku pada hujan lagi.
“mengapa kau benci hujan, baiklah aku akan buat kau suka hujan”
Aku menatapnya bingung, entah telingaku yang salah atau memang otakku yang lemot sulit mencerna apa yang ia maksud.
“ayo kita tunggu hujan” lanjutnya yang membuatku semakin binggung.
Tak berapa lama hujan turun membasahiku dan kalam, tak fikir panjang aku berniat berlari memasuki mobil, tapi Kalam malah meraih tanganku dan menarik tubuhku ke dalam pelukannya.
“santy aku mau ngomong tulus dari lubuk hatiku, aku sayang kamu dan biarkanlah Hujan yang kau benci ini menjadi saksinya… dan kamu mau gak aku kini yang mengisi hatiku” ucap Kalam dengan tatapan matanya yang lembut, jujur saja aku yang selalu suka sorot mata indah itu.
Entah mengapa hatiku ingin berterimakasih pada hujan, aku tak menjawab dengan lisan, aku hanya mampu anggukkan kepala, kemudian semuanya hening, hanya suara air hujan yang menetes di atas dedaunan, Tak lama kemudian hujan berhenti dan tampak warna-warna indah di langit.
“itu pelangi” telunjuk Kalam mengacung pada sebuah Garis melengkung berwarna.
“oh yaaa, entah mengapa aku jadi suka hujan” pandanganku masih tertuju pada pelangi.
“ya berhasil dong aku” ia menatapku tanjam namun mataku tetap tertuju pada pelangi.
“itu berkat kau, yang menghapus lukaku di masa lalu, dan berkat Hujan pelangi mewarnai langit bukan” aku manatap Wajahnya, terlukis sebuah senyuman yang mampu berulang kali membuat ku Hanyut.
“jadi kau tak akan benci hujan lagi kan” kami tetap saling bertatapan
Aku pun menggeleng pelan, lalu ku genggam erat tangan Kalam.
“kamu tau gak Lam” ucapku sambil terus menatap sosok tampan ini.
Ia mengerlingkan matanya sambil mengerutkan dahinya, hingga seperti ukiran.
“aku kedinginan tau…”
“ohhh dasar” ia mencubit pipiku kecil.
“sakit tau” ku balas mencubit perutnya.
Ia berlari menjauh sambil tergelak.
“mau kemana Lam”
“beli minuman hangat, tunggu sebentar yaaa Say”
“San ni aku kallam Keluar yu”.
Dan aku pun mengiyakan, katanya juga setengah jam lagi dia telah sampai ke rumahku, namun tampaknya hujan kan turun lagi mengganggu kebahagiaan ku bersama kalam, namun kalam tetap saja memaksa keluar.
“ayolah San kita pergi!” bujuknya padaku manis.
“kayaknya mau hujan Lam” keluhku
“memang kenapa kalau hujan?” ia bertanya lagi.
“duh hujan itu selalu ganggu aku kalau aku mau senang-senang”
“apa, jadi kamu seneng jalan sama aku” ia menggoda ku hingga muka ku merah seperti kepiting rebus.
“gak maksudku, kita kan mau pergi…” aku mencoba mengelak, aku jadi salah tingkah.
Kalam mengerlingkan matanya menunggu jawabanku.
“ah tau ah ribet” jawabku sekenanya.
“ya udah yuk kita berangkat, kan kita pakai mobil, jadi kenapa takut” ia membujukku dengan lembut.
Aku jadi teringat masa SMA dulu, kalam yang ku kenal dulu adalah kalam yang angkuh dan sombong, tapi sekarang amat berbeda.
“hai… ayo,” kalam menarik lenganku.
Aku sudah tak bisa berbicara apa-apa, aku hanya bisa menuruti bujukannya.
Aku dibawanya pada tempat yang kemarin di sebuah taman.
“sekarang gak bisa lihat matahari terbenam ya…” ucap Kalam manis.
“iya… berkat hujan, uh makasih hujan” kesalku pada hujan lagi.
“mengapa kau benci hujan, baiklah aku akan buat kau suka hujan”
Aku menatapnya bingung, entah telingaku yang salah atau memang otakku yang lemot sulit mencerna apa yang ia maksud.
“ayo kita tunggu hujan” lanjutnya yang membuatku semakin binggung.
Tak berapa lama hujan turun membasahiku dan kalam, tak fikir panjang aku berniat berlari memasuki mobil, tapi Kalam malah meraih tanganku dan menarik tubuhku ke dalam pelukannya.
“santy aku mau ngomong tulus dari lubuk hatiku, aku sayang kamu dan biarkanlah Hujan yang kau benci ini menjadi saksinya… dan kamu mau gak aku kini yang mengisi hatiku” ucap Kalam dengan tatapan matanya yang lembut, jujur saja aku yang selalu suka sorot mata indah itu.
Entah mengapa hatiku ingin berterimakasih pada hujan, aku tak menjawab dengan lisan, aku hanya mampu anggukkan kepala, kemudian semuanya hening, hanya suara air hujan yang menetes di atas dedaunan, Tak lama kemudian hujan berhenti dan tampak warna-warna indah di langit.
“itu pelangi” telunjuk Kalam mengacung pada sebuah Garis melengkung berwarna.
“oh yaaa, entah mengapa aku jadi suka hujan” pandanganku masih tertuju pada pelangi.
“ya berhasil dong aku” ia menatapku tanjam namun mataku tetap tertuju pada pelangi.
“itu berkat kau, yang menghapus lukaku di masa lalu, dan berkat Hujan pelangi mewarnai langit bukan” aku manatap Wajahnya, terlukis sebuah senyuman yang mampu berulang kali membuat ku Hanyut.
“jadi kau tak akan benci hujan lagi kan” kami tetap saling bertatapan
Aku pun menggeleng pelan, lalu ku genggam erat tangan Kalam.
“kamu tau gak Lam” ucapku sambil terus menatap sosok tampan ini.
Ia mengerlingkan matanya sambil mengerutkan dahinya, hingga seperti ukiran.
“aku kedinginan tau…”
“ohhh dasar” ia mencubit pipiku kecil.
“sakit tau” ku balas mencubit perutnya.
Ia berlari menjauh sambil tergelak.
“mau kemana Lam”
“beli minuman hangat, tunggu sebentar yaaa Say”
Suasana pun menjadi hening, ku tatap lagi pelangi di depanku yang membentuk lengkungan, sekarang aku menyukai hujan, karena tak selamanya hujan memberi kegelapan dan dibalik hujan akan memberi warna dalam kehidupan.
Terimakasih Hujan…!!!
Terimakasih Hujan…!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar